Selasa, 06 November 2012

Agrowisata Kaligua


Wisata Agro Kaligua
Perkebunan teh Kaligua merupakan kawasan wisata agro dataran tinggi yang terletak di Kaligua di Desa Pandansari, Kecamatan Paguyangan, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Tepatnya di wilayah Brebes bagian Selatan. Wisata agro Kaligua dikelola oleh PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero) Jawa Tengah dan merupakan diversifikasi usaha untuk meningkatkan optimalisasi aset perusahaan dengan daya dukung potensi alam yang indah. Hasil pengolahan perkebunan teh Kaligua adalah berupa produk hilir teh hitam (black tea) dengan merk “Kaligua” dalam kemasan teh celup dan serbuk. Jadi wisatawan yang berkunjung dapat langsung menikmati hangatnya teh hitam (black tea) Kaligua atau dapat membeli sebagai oleh-oleh.
Aksesibilitas
Lokasi wisata agro Kaligua terletak sekitar 10 kilometer dari arah kota Kecamatan Paguyangan, atau sekitar 15 kilometer dari Bumiayu. Jalur transportasi dapat ditempuh melalui jalur utara via Brebes atau Tegal-Bumiayu-Kaligua, Cirebon-Bumiayu-Kaligua, dan jalur selatan via Purwokerto-Paguyangan-Kaligua. Jalur tersebut dilewati jalan utama Tegal-Purwokerto, tepat masuk lewat pertigaan Kaligua, Kretek. Perjalanan mulai berkelok-kelok, dan naik-turun.
Geografis
Perkebunan teh Kaligua berada pada ketinggian 1200 - 2050 m dpl. Kondisi udara sangat dingin, berkisar 8° - 22° C pada musim penghujan dan mencapai 4° -12° C pada musim kemarau. Jadi tidak heran kalau wilayah perkebunan teh ini hampir selalu diselimuti kabut tebal. Perkebunan teh tersebut terletak di lereng barat Gunung Slamet (3432 m dpl)yang merupakan gunung tertinggi kedua di pulau jawa setelah Gunung Semeru. Dari salah satu tempat di perkebunan teh Kaligua kita dapat menikmati keindahan puncak gunung Slamet dari dekat, yaitu puncak Sakub. Nah jika ke Kaligua maka sempatkanlah untuk menikmati keindahan panorama indah, sekaligus kita dapat melihat keindahan gunung Ciremai, Tegal, dan Cilacap.

Sejarah
Perkebunan teh Kaligua merupakan warisan pemerintah kolonial Belanda. Pabrik dibangun pada tahun 1889 untuk memproses langsung hasil perkebunan menjadi teh hitam. Kebun ini dikelola oleh warga Belanda bernama Van De Jong dengan nama perusahaan Belanda John Fan & Pletnu yang mewakili NV Culture Onderneming. Sebagai penghargaan makam Van De Jong masih terawat sampai saat ini di lokasi kebun Kaligua.
Konon pada saat pembanguan pabrik, para pekerja membawa ketel uap dari Paguyangan menuju Kaligua ditempuh dalam waktu 20 hari. Peralatan tersebut dibawa dengan rombongan pekerja yang berjalan kaki naik sepanjang 17 km. Selama proses pengangkutan tersebut, para pekerja pada saat istirahat dihibur oleh kesenian ronggeng Banyumas. Sampai sekarang setiap memperingati HUT pabrik Kaligua setiap tanggal 1 Juni selalu ditampilkan kesenian tradisional tersebut.
Fasilitas :

Kawasan wisata agro Kaligua memberikan banyak pilihan untuk wisata. Sebab, terdapat beberapa situs wisata menarik yang berada di seputaran Kaligua. misalnya Gua Jepang, Tuk Benih, Gua Angin, Makam Pendiri kebun Van De Jong. Beberapa vila milik perkebunan bisa dimanfaatkan oleh pengunjung yang ingin bermalam. Kawasan perkebunan teh Kaligua, selain menarik untuk sarana wisata keluarga, juga sangat cocok untuk refreshing bagi orang kota yang setiap hari disibukkan oleh rutinitas kerja. Untuk melayani wisatawan, pihak perkebunan menyediakan fasilitashomestay (penginapan) yang cukup baik.
Fasilitas ; penginapan, wisma Flamboyan (6 kamar),Wisma Dahlia (3 kamar), Wisma Kenanga (2 kamar),Wisma Anggrek (2 kamar), Gedung Pertemuan, Areal Camping,Areal outbond, Gazebo, Lapangan Sepak Bola, Lapangan Tenis, Lapangan Volley, Tennis Meja & Billyard, Tea & Coffee corner (kafe), Hiburan Musik Orgen Tunggal, Jasa Layanan Teh & Catering, Pusat Layanan Kesehatan, Sarana Ibadah

Penunjang
Tak jauh dari lokasi tersebut, di sekitar Pandansari, terdapat sebuah tempat wisata yang tergolong langka. Yakni, sebuah telaga yang dihuni jutaan ikan lele jinak (Telaga Ranjeng). Lokasi telaga itu berada di tengah hutan lindung dan masih berada dalam pengawasan Cagar Alam Nasional.
 
Paket Wisata :
1. Wisata Edukasi/ilmiah ; perkebunan teh, budiadaya, persiapan benih, pemeliharaan, panen, pengolahan pabrik, produk siap seduh. Umumnya para pelajar dan mahasiswa sering berkunjung ke Pabrik untuk melihat langsung budidaya teh dan proses pengolahan teh.
2. Wisata Rekreasi Keluarga (Family gathering) dilengkapi taman bermain anak, kolam renang air hangat untuk anak-anak. Umumnya pada hari libur nasional dan hari minggu banyak yang berkunjung ke kebun teh dan danau renjeng.
3. Wisata historis/budaya.
4. Wisata Petualangan ; permainan & outbond dapat juga sebagai pos awal pendakian menuju gunung Slamet. Setiap musim liburan sekolah banyak para siswa yang mengadakan kegiatan kemah, sekaligus outbound. Disamping itu karyawan perusahaan swasta di wilayah Brebes, Tegal, Cirebon, dan Purwokerto juga mengadakan corporate gathering. Perusahaan swasta besar dari Jakarta juga pernah mengadakan pertemuan di kebun Kaligua.
5. Wisata bisnis ; MICE (Meeting, conference, incentif, exhibition)
6. Wisata kebun (stroberi, kubis, kentang, tanaman hias)
7. Wisata olahraga (tennis, sepak bola, bola voli, billyard)

Sumber:

Sabtu, 03 November 2012

CICAK VS BUAYA JILID 2?


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak Senin, 30 Juli pukul 16.00 WIB hingga Selasa, 31 Juli, pukul 05.00 dinihari telah melakukan penggeledahan terhadap Kantor Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri, Jalan MT Haryono, Jakarta Timur selama sekira 13 jam. Penggeledahan di bawah komando Direktur Penuntutan, Warih Sardono yang melibatkan sedikitnya 30 penyidik KPK  ini berhasil menyita puluhan dokumen, terkait dugaan korupsi pengadaan Simulator SIM tahun 2011 senilai Rp193 Miliar yang menyeret mantan Kepala Korlantas Polri, Inspektur Jenderal Djoko Susilo sebagai tersangka.  
 Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Boy Rafli Amar berkilah Bareskrim telah melakukan pemeriksaan atas sejumlah saksi. Hingga kini sudah sekitar 33 orang yang dimintai keterangan oleh Kepolisian. Namun, polisi belum menemukan kesesuai data terkait pengadaan barang dan jasa tersebut. "Sejauh mana apakah memenuhi criteria (keterangan saksi). Saat itu yang menjadi gonjang-ganjing ketidakcocokan dengan swasta," ujarnya hari ini saat melakukan konferensi pers di Gedung KPK.
 Kasus KPK yang akhirnya kembali “mengobok-ngobok” kepolisian ini mengingatkan akan kasus sebelumnya yang membuat pimpinan KPK dikriminalisasi yaitu Kasus Cicak Buaya. Awal mula  istilah Cicak Vs Buaya muncul pertama kali saat KPK menyatakan Kabareskrim Komjen Polisi Susno Duadji diduga menerima uang Rp10 miliar terkait Bank Century. Susno kemudian merasa gerak-geriknya dimata-matai oleh KPK, apalagi teleponnya juga sempat disadap oleh penyidik. Susno yang berang saat itu mengeluarkan pernyataan bahwa KPK sungguh berani melawan Kepolisian. Hal ini ibarat Cicak (KPK) mau melawan Buaya (Kepolisian). Kepolisian saat itu tidak tinggal diam dan melakukan pembalasan dengan menetapkan status tersangka kepada dua pimpinan KPK saat itu, Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto.
 Kedua pimpinan   diduga menerima uang dari Anggodo Widjojo, adik buron kasus Sistem Korupsi Radio Terpadu (SKRT). Namun, dugaan ini tidak pernah dibuktikan, karena kasus ini berujung pada deponering atau penghentian perkara demi kepentingan umum. Kejadian ini bukan tidak mungkin terulang kembali. Walaupun kepolisian menyatakan mendukung langkah KPK, namun hal ini tidak sepenuhnya bisa dipercaya. Pasalnya  saat penggeledahan akan dilakukan, petugas polisi di Korlantas Polri sempat menghalangi penyidik KPK.
 Komisioner KPK yaitu Bambang Widjojanto, Busyro Muqaddas, dan Abraham Samad akhirnya terjun langsung ke lokasi penggeledahan. Sebelumnya komisioner tidak pernah sampai harus turun langsung untuk melakukan penggeledahan. Setelah komisioner melakukan lobi terhadap Kabareskrim Komjen Pol Sutarman baru penggeledahan dapat dilanjutkan. Apalagi penetepan Djoko sebagai tersangka hanyalah merupakan langkah awal. Lembaga anti suap tersebut dikabarkan telah mengantongi sejumlah nama perwira bintang satu dan tiga lainnya yang diduga turut terlibat dalam kasus ini.

 
Cicak versus Buaya kembali “difilimkan” sekarang ini. Cicak vs Buaya Jilid II ini secara tematik menggambarkan upaya bombardir Komisi Pemeberantasan Korupsi (KPK) oleh Polri. Setelah markas Polri digeledah oleh KPK, petinggi Polri membalas dengan perintah penghentian perpanjangan 20 orang penyidik Polri yang ditempatkan di KPK. Sebelumnya, hubungan Polri dengan KPK memanas dipicu KPK yang mengobrak-abrik kebusukan Polri dalam kasus simulator SIM, yang akhirnya menjerat sang Jenderal dari kesatuan Polri. Kini, kasus semakin “matang digoreng” ketika Djokos Susilo hendak dijebloskan ke penjara oleh KPK.
 Namun, Komisaris Jenderal Sutarman, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, mengatakan, bahwa memanasnya hubungan KPK dengan Polri tidak ada hubunganya dengan kasus simulator. Dirinya juga berkelit bahwa hubungan KPK dengan Polri memanas. Penarikan penyidik Polri dari KPK merupakan hal biasa. “Jangan menghubungkan dengan kasus simulator. Adanya penarikan penyidik dari KPK ini memang sudah rutin berjalan seperti ini,” ujarnya
Meski disebutkan penarikan penyidik Porli dari KPK adalah hal biasa, namun penarikan tersebut dinilai KPK menyulitkan KPK dalam melakukan fungsi dan tugasnya. Dalam hal ini, KPK merasakan ada suasana berbeda terkait penarikan penyidik KPK. Sejak mendengar dan mengetahui adanya rencana penarikan penyidik Polri, Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas merasa gelisah. Menurut Busyor, penarikan yang terjadi tidak seperti biasanya. Pasalnya, selama ini KPK mengirim surat kepada Kapolri tentang penyidik yang diminta KPK untuk tetap berada di KPK. “Dan hal itu selalu dikabulkan”, kata Busyro
Dalam penarikan penyidik ini, terkesan bahwa Polri seakan ingin memberi tahu bahwa institusinya memiliki pengaruh besar terhadap lembaga KPK. Selain itu, terlihat bahwa masalah penarikan 20 penyidik tersebut seakan mengulang kembali “film” lama antara Polri dengan KPK, yakni Cicak vs Buaya. Tentu dengan penarikan tersebut secara tidak langsung akan mengganggu kinerja KPK. Apalagi, dari 88 penyidik aktif di KPK, akan tersisa 68 penyidik dari 20 penyidik yang ditarik oleh Polri. Dengan pengurangan tersebut, ditambah penyidikan kasus oleh 20 penyidik, maka kinerja KPK bisa dikatakan akan melambat. Tentu KPK merasa kesulitan dalam menjalankan tugasnya.
Hal tersebut lumrah. Soalnya, Busyro mengungkapkan bahwa satu tenaga penyidik bisa menangani 5 kasus hingga 15 kasus yang tengah ditangani KPK. Apalagi, disinyalir penarikan tersebut ada kaitanya dengan kasus simulator SIM yang melibatkan Jenderal bintang dua dan sejumlah perwira tinggi Polri. Kendati demikian, pihak Polri membantah tuduhan tersebut, disebutkan bahwa penarikan penyidik KPK tidak akan menganggu kinerja KPK pada masa-masa mendatang. Bahkan, diakui Polri bahwa KPK harus memahami karier para penyidik Polri tersebut. KPK harus memperhatikan kekosongan yang ada.
Pada akhirnya, “film” Cicak vs Buaya kembali menjadi headline dihampir semua media massa yang ada sekarang ini. Tinggal bagaimana para sutradara menampilkan adegan terbaik, atau memberikan yang terbaik bagi rakyatnya. Dalam hal ini, rakyat hanya menunggu keputusan yang terbaik untuk kebaikan rakyat.

Sumber:

Cerita Wayang Mahabharata "PANDU DEWANATA"


Berkas:Pandu-kl.jpg
Pandu (Sanskerta: पाण्‍डु; dieja Pāṇḍu) adalah nama salah satu tokoh dalam wiracarita Mahabharata, ayah dari para Pandawa. Pandu merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, yaitu Dretarasta yang sebenarnya merupakan pewaris dari Kerajaan Kuru dengan pusat pemerintahan di Hastinapura, tetapi karena buta maka tahta diserahkan kepada Pandu dan Widura, yang tidak memiliki ilmu kesaktian apapun tetapi memiliki ilmu kebijaksanaan yang luar biasa terutama bidang ketatanegaraan.
Pandu memiliki dua orang istri, yaitu Kunti dan Madri. Sebenarnya Pandu Dewanata tidak bisa mempunyai anak karena dikutuk oleh seorang resi, karena pada saat resi tersebut menyamar menjadi kijang untuk bercinta, Pandu memanah hingga resi itu tewas. Kedua istri Pandu Dewanata mengandung dengan cara meminta kepada Dewa. Pandu Dewanata akhirnya tewas karena kutukan yang ditimpa kepadanya, dan Madri menyusul suaminya dengan membakar dirinya.

Arti nama


Nama Pandu atau pāṇḍu dalam bahasa Sanskerta berarti pucat, dan kulit beliau memang pucat, karena ketika ibunya (Ambalika) menyelenggarakan upacara putrotpadana untuk memperoleh anak, ia berwajah pucat. Di kalangan Jawi (Jawa Kuna/Sunda), Pandu berasal dari Wandu yang artinya bukan laki bukan perempuan, tetapi bukan banci. Tegasnya, sajeroning lanang ana wadon, sajeroning wadon ana lanang, yaitu manusia yang sudah menemukan jodohnya dari dalam dirinya sendiri. Gusti Pangeran dan hambanya sudah bersatu dan selalu berjamaah.

Kelahiran

Menurut Mahabharata, Wicitrawirya bukanlah ayah biologis Pandu. Wicitrawirya wafat tanpa memiliki keturunan. Ambalika diserahkan kepada Bagawan Byasa agar diupacarai sehingga memperoleh anak. Ambalika disuruh oleh Satyawati untuk mengunjungi Byasa ke dalam sebuah kamar sendirian, dan di sana ia akan diberi anugerah. Ia juga disuruh agar terus membuka matanya supaya jangan melahirkan putra yang buta (Detrarasta) seperti yang telah dilakukan Ambalika. Maka dari itu, Ambalika terus membuka matanya namun ia menjadi pucat setelah melihat rupa Sang Bagawan (Byasa) yang luar biasa. Maka dari itu, Pandu (putranya), ayah para Pandawa terlahir pucat.

Kehidupan

Pandu merupakan seorang pemanah yang mahir. Ia memimpin tentara Dretarastra dan juga memerintah kerajaan untuknya. Pandu menaklukkan wilayah Dasarna, Kashi, Anga, Wanga, Kalinga, Magadha, dan lain-lain. Pandu menikahi Kunti, puteri Raja Kuntibhoja dari Wangsa Wresni, dan Madri, puteri Raja Madra. Saat berburu di hutan, tanpa sengaja Pandu memanah seorang resiyang sedang bersenggama dengan istrinya. Atas perbuatan tersebut, Sang Resi mengutuk Pandu agar kelak ia meninggal saat bersenggama dengan istrinya. Maka dari itu, Pandu tidak bisa memiliki anak dengan cara bersenggama dengan istrinya. Dengan kecewa, Pandu meninggalkan hutan bersama istrinya dan hidup seperti pertapa. Di dalam hutan, Kunti mengeluarkan mantra rahasianya dan memanggil tiga Dewa, Yaitu Yama, Bayu, dan Indra. Dari ketiga Dewa tersebut, ia meminta masing-masing seorang putera. Ketiga putera tersebut adalah Yudistira, Bima, dan Arjuna. Kunti juga memberi kesempatan kepada Madri untuk meminta seorang putera dari Dewa yang dipanggilnya, dan Madri memanggil Dewa Aswin. Dari Dewa tersebut, Madri menerima putera kembar, diberi nama Nakula dan Sadewa. Kelima putra pandu dikenal sebagai Pandawa.

Kematian

Lima belas tahun setelah ia hidup membujang, ketika Kunti dan putera-puteranya berada jauh, Pandu mencoba untuk bersenggama dengan Madri. Atas tindakan tersebut, Pandu wafat sesuai dengan kutukan yang diucapkan oleh resi yang pernah dibunuhnya. Kemudian Madri menitipkan putera kembarnya, Nakula dan Sadewa, agar dirawat oleh Kunti sementara ia membakar dirinya sendiri untuk menyusul suaminya ke alam baka.

Versi Pewayangan Jawa

Dalam pewayangan, tokoh Pandu (Bahasa Jawa: Pandhu) merupakan putera kandung Byasa yang menikahi Ambalika, janda Wicitrawirya. Bahkan, Byasa dikisahkan mewarisi takhta Hastinapura sebagai raja sementara sampai Pandu dewasa.

MASA MUDA

Pandu digambarkan berwajah tampan namun memiliki cacat di bagian leher, sebagai akibat karena ibunya memalingkan muka saat pertama kali menjumpai Byasa. Paradalang mengembangkan kisah masa muda Pandu yang hanya tertulis singkat dalam Mahabharata. Misalnya, Pandu dikisahkan selalu terlibat aktif dalam membantu perkawinan para sepupunya di Mathura. Pandu pernah diminta para dewa untuk menumpas musuh kahyangan bernama Prabu Nagapaya, raja raksasa yang bisa menjelma menjadi naga dari negeri Goabarong. Setelah berhasil melaksanakan tugasnya, Pandu mendapat hadiah berupa pusaka minyak Tala.
Pandu kemudian menikah dengan Kunti setelah berhasil memenangkan sayembara di negeri Mathura. Ia bahkan mendapatkan hadiah tambahan, yaitu Puteri Madri, setelah berhasil mengalahkan Salya, kakak sang puteri. Di tengah jalan ia juga berhasil mendapatkan satu puteri lagi bernama Gandari dari negeri Plasajenar, setelah mengalahkan kakaknya yang bernama Prabu Gendara. Puetri yang terakhir ini kemudian diserahkan kepada Dretarastra, kakak Pandu.
Pandu naik takhta di Hastina menggantikan Byasa dengan bergelar "Prabu Pandu Dewanata" atau "Prabu Gandawakstra". Ia memerintah didampingi Gandamana, pangeran Panchala sebagai patih. Tokoh Gandamana ini kemudian disingkirkan oleh Sangkuni, adik Gandari secara licik.

KELUARGA
Dari kedua istrinya, Pandu mendapatkan lima orang putra yang disebut Pandawa. Berbeda dengan kitab Mahabharata, kelimanya benar-benar putera kandung Pandu, dan bukan hasil pemberian dewa. Para dewa hanya dikisahkan membantu kelahiran mereka. Misalnya, Bhatara Dharma membantu kelahiran Yudistira, dan Bhatara Bayu membantu kelahiran Bima. Kelima putra Pandu semuanya lahir di Hastina, bukan di hutan sebagaimana yang dikisahkan dalam Mahabharata.

KEMATIAN
Kematian Pandu dalam pewayangan bukan karena bersenggama dengan Madri, melainkan karena berperang melawan Prabu Tremboko, muridnya sendiri. Dikisahkan bahwa Madri mengidam ingin bertamasya naik Lembu Nandini, wahana Batara Guru. Pandu pun naik ke kahyangan mengajukan permohonan istrinya. Sebagai syarat, ia rela berumur pendek dan masuk neraka. Batara Guru mengabulkan permohonan itu. Pandu dan Madri pun bertamasya di atas punggung Lembu Nandini. Setelah puas, mereka mengembalikan lembu itu kepada Batara Guru. Beberapa bulan kemudian, Madri melahirkan bayi kembar bernama Nakula dan Sadewa.
Sesuai kesanggupannya, Pandu pun berusia pendek. Akibat adu domba dari Sangkuni, Pandu pun terlibat dalam perang melawan muridnya sendiri, yaitu seorang raja raksasa dari negeri Pringgadani bernama Prabu Tremboko. Perang ini dikenal dengan nama Pamoksa. Dalam perang itu, Tremboko gugur terkena anak panah Pandu, namun ia sempat melukai paha lawannya itu menggunakan keris bernama "Kyai Kalanadah". Akibat luka di paha tersebut, Pandu jatuh sakit. Ia akhirnya meninggal dunia setelah menurunkan wasiat agar Hastinapura untuk sementara diperintah oleh Dretarastra sampai kelak Pandawa dewasa. Antara putera-puteri Pandu dan Tremboko kelak terjadi perkawinan, yaitu Bima dengan Hidimbi, yang melahirkan Gatotkaca, seorang kesatria berdarah campuran, manusia dan raksasa.

NAIK KE SORGA
Istilah Pamoksa seputar kematian Pandu kiranya berbeda dengan istilah moksa dalam agama Hindu. Dalam "Pamoksa", Pandu meninggal dunia musnah bersama seluruh raganya. Jiwanya kemudian masuk neraka sesuai perjanjian. Atas perjuangan putera keduanya, yaitu Bima beberapa tahun kemudian, Pandu akhirnya mendapatkan tempat di surga. Versi lain yang lebih dramatis mengisahkan Pandu tetap memilih hidup di neraka bersama Madri sesuai janjinya kepada dewa. Baginya, tidak menjadi masalah meskipun ia tetap tinggal di neraka, asalkan ia dapat melihat keberhasilan putera-puteranya di dunia. Perasaan bahagia melihat dharma bakti para Pandawa membuatnya merasa hidup di sorga.

Tokoh Nasional yang Memiliki Karakter Sama Seperti "Pandu Dewanata" 

Tokoh nasional yang menurut saya memiliki karakter sama dengan tokoh pewayangan Pandu Dewanata adalah mantan Presiden RI ketiga Prof. Dr. Ing. Bacharuddin Jusuf Habibie, mengapa saya memilih tokoh tersebut karena keduanya  memiliki jiwa kepemimpinan dalam bidang ketatanegaraan yang hampir sama. Pandu Dewanata memiliki kebijaksanaan yang luar biasa dalam memimpin kerajaannya, begitu pula dengan  B. J. Habibie beliau memiliki visi, misi dan kepemimpinan dalam menjalankan agenda reformasi memang tidak bisa dilepaskan dari pengalaman hidupnya. Setiap keputusan yang diambil didasarkan pada faktor-faktor yang bisa diukur. Maka tidak heran tiap kebijakan yang diambil kadangkala membuat orang terkaget-kaget dan tidak mengerti. Bahkan sebagian kalangan menganggap Habibie apolitis dan tidak berperasaan. Pola kepemimpinan Habibie seperti itu dapat dimaklumi mengingat latar belakang pendidikannya sebagai doktor di bidang konstruksi pesawat terbang. Berkaitan dengan semangat demokratisasi, Habibie telah melakukan perubahan dengan membangun pemerintahan yang transparan dan dialogis. Prinsip demokrasi juga diterapkan dalam kebijakan ekonomi yang disertai penegakan hukum dan ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Dalam mengelola kegiatan kabinet sehari-haripun, Habibie melakukan perubahan besar. Ia meningkatkan koordinasi dan menghapus egosentisme sekotral antarmenteri. Selain itu sejumlah kreativitas mewarnai gaya kepemimpinan Habibie dalam menangani masalah bangsa. Untuk mengatasi persoalan ekonomi, misalnya, ia mengangkat pengusaha menjadi utusan khusus. Dan pengusaha itu sendiri yang menanggung biayanya. Tugas tersebut sangat penting, karena salah satu kelemahan pemerintah adalah kurang menjelaskan keadaan Indonesia yang sesungguhnya pada masyarakat internasional. Sementara itu pers, khususnya pers asing, terkesan hanya mengekspos berita-berita negatif tentang Indonesia sehingga tidak seimbang dalam pemberitaan.